Agama Nenek Moyang
Written by: Saefullah Abu Bakar
Sejak manusia lahir, sudah tersemat di dalam dadanya sebagai makhluk yang diciptakan untuk ibadah. Maka setiap manusia yang lahir kemuka bumi, dibebankan untuk beribadah, begitu pula jin dan sebangsanya.
Manusia lahir dalam keadaan fitrah, tidak kenal apapun, tidak bisa apapun, hanya tangisan saja yang bisa dilakukannya untuk mengekspresikan perasaannya, dan orang tualah yang mencoba untuk memahami, apa yang diinginkan oleh si bayi tersebut.
Begitu pula dengan keyakinan yang dianutnya, akan mengikuti keyakinan orang tuanya, 14 abad yang lalu sudah dinyatakan oleh baginda nabi
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
Setiap bayi yang lahir dalam keadaan fitroh, orangtuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau nasrani, atau pula majusi, seperti hewan yang lahir sempurna, apakah ada cacat sedikitpun, meski di telinganya?
Dari hadits diatas dipahami, bahwa manusia lahir dan akan mengikuti agama orang tuanya. Karena merekalah yang mendidik, dan mengajarkannya, sejak buaian.
Pertanyaannya, kenapa Rosulullahmenyebutkan agama Yahudi, Nasrani dan Majusi sebagai agama yang diarahkan oleh orang tuanya, dan tidak menyebutkan Islam yang termasuk di dalamnya? Dan kenapa Rosulullah mengedepankan kata “fitroh” sebelum agama2 tadi disebutkan?
Fitroh asal dari kata”fathara” yang berarti tabiat yang murni, yang belum terkena aib sedikitpun (al wasith). Dari kata inilah Rosulullah membuka arah hadits tersebut.
Manusia sudah memiliki arah dan tujuan ketika hendak diciptakan Allah, terdapat perjanjian antara ruh yang suci ini dengan sang Kholiq.
Bahkan dalam satu riwayat dijelaskan bahwa sebelum titik nol, manusia memiliki perjanjian kepada Allah, perjanjian untuk melakukan tugas-tugas apa di muka bumi ini.
Dari Ubay bin Ka’ab ia mengatakan, “Mereka (ruh tersebut) dikumpulkan, lalu dijadikan berpasang-pasangan, baru kemudian mereka dibentuk. Setelah itu mereka pun diajak berbicara, lalu diambil dari mereka janji dan kesaksian, “Bukankah Aku Tuhanmu?”, mereka menjawab “Benar”. Sesungguhnya AKU akan mempersaksikan langit tujuh tingkat dan bumi tujuh tingkat untuk menjadi saksi terhadap kalian, serta menjadikan nenek moyang kalian Adam sebagai saksi, agar kalian tidak mengatakan pada hari kiamat kelak, “Kami tidak pernah berjanji mengenai hal itu”.
Disinilah bermain kata “fitroh”, bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan muslim, tanpa terkecuali, orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, Nasrani atau Majusi, maka orang tua bertanggung jawab atas putra-putrinya.
Di dalam surat al Ruum ayat 30, Allah berfirman:
فَأَقِمْوَجْهَكَلِلدِّينِحَنِيفًا ۚ فِطْرَتَاللَّهِالَّتِيفَطَرَالنَّاسَعَلَيْهَا ۚ لَاتَبْدِيلَلِخَلْقِاللَّهِ ۚ ذَٰلِكَالدِّينُالْقَيِّمُوَلَٰكِنَّأَكْثَرَالنَّاسِلَايَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,(Surah Ar-Rum (30:30)
Ayat ini dengan gamblang menjelaskan bahwa fitrahnya manusia adalah terikat dengan Diin Haniif, sudah memahami kewajiban-kewajibannya terhadap Diin tersebut. Maka hendaknya, ketika orang tuanya mengarahkannya ke Yahudi, Nasrani atau Majusi, kembali kepada Agama perjanjiannya. Agama yang membuatnya lahir ke muka bumi ini, Andaikan kita tidak menyepakati perjanjian saat itu, niscaya Allah tidak memberikan kita kehidupan dunia.
Agama nenek moyang adalah, agama yang dianut oleh para pendahulunya, setiap kita akan mengalami hal yang sama dengan apa yang dialami oleh abul anbiya, Ibrohim a.s. Namun beliau menggunakan hatinya, dan perasaannya, yang selalu bertanya tentang apa yang dilakukan oleh orang tuanya, apakah benar yang demikian adalah perintah Tuhan? Sehingga logikanya selalu bekerja,menganalisa dan meraba, siapa yang telahmenjadikannya di muka bumi.
Bagaimana dengan kita, yang pada kenyataannya orang tua kita adalah muslim? Jangan pernah ragu bahwa kita sedang melaksanakan janji suci kita, ikatan kita kepada sang Kholiq.
Islam bukan agama keturunan, bukan agama nenek moyang, bahkan Islam ada sebelum nenek moyang kita ada. Jadikanlah aqidah kita sama dengan aqidah anak-anak kita, cucu kita, dan seluruh keturunan kita, jangan terjebak dengan pemahaman orientalis, liberalis, atau apapun yang menekankan bahwa agama tidak penting, yang penting adalah perbuatan baik. Jauhi pemikiran yang menafikan pentingnya aqidah di sisi Allah.
Islam adalah rahmatan lil alamin. Ya’lu wa laa Yu’laa alaihi. Satu-satunya agama yg diridoi Allah.
Fa aqim wajhaka lidiin haniif. Hadapkan wajahmu, kembalikan pikiranmu kepada aqidah yang kokoh kuat sesuai syariat-Nya.
صدق الله العظيم
هذا و الله يرعانا و يحفظنا و الحمد لله رب العالمين
مرضاة الله